Selasa, 18 November 2014

SOAL PEREMPUAN ADALAH SOAL YANG HAMPIR DILUPAKAN



            Ketika berbicara tentang perempuan, saya ingat dengan apa yang pernah Soekarno katakan tentang perempuan bahwa “Soal perempuan adalah soal masyarakat” Yang saya tangkap dari pernyataan Soekarno tersebut, bahwasanya kedudukan perempuan juga penting keberadaannya untuk lebih dijunjung kebebasan berekspresinya, tidak harus dikekang, dipingit, atau dibatasi keberadaannya karena ini sangat berpengaruh pada soal masyarakat. Bagaimanapun juga perempuan adalah penentu moral bagi anak-anak generasi bangsa yang kelak akan menjadi calon pemimpin bangsa. Jadi soal perempuan tidak seharusnya selalu dipandang sebelah mata dan tidak patut untuk dikesampingkan keberadaannya. Mereka punya peranan yang besar dalam membentuk masyarakat.
            Benarkah mengekang ataupun memingit perempuan adalah cara terbaik yang harus dilakukan oleh orangtua ataupun seorang suami ? Saya rasa tidak. Bagaimanapun juga perempuan juga punya hak untuk bisa hidup layaknya laki-laki. Namun selama masih batasan nilai-nilai kodratnya.  Bagaimana perempuan bisa bersama-sama laki-laki sebagai pendampingnya yang diantara mereka pasti punya hubungan timbal balik yang saling membutuhkan. Seperti halnya burung menggunakan kedua sayapnya untuk bisa terbang jauh di angkasa sana, perempuan dan laki-laki seperti halnya sayap-sayap itu, saling melengkapi, saling bekerja sama untuk bisa menggapai puncak tertinggi. Perempuan membutuhkan laki-laki untuk bisa melindunginya, sama halnya laki-laki membutuhkan perempuan untuk mendampinginya. Karena apapun yang ada didunia memanglah sudah kodratnya untuk hidup berpasang-pasangan.
            Namun melihat realitas yang terjadi dijaman sekarang tak ubahnya seperti jaman-jaman jahiliyah, yang masih memperlakukan perempuan dengan tidak manusiawi. Mungkin hanya caranya yang berbeda, dahulu apabila ada seorang ibu yang melahirkan anak perempuan, itu adalah sebuah aib dan haruslah anak itu dikubur hidup-hidup. Seiring berjalannya jaman, mungkin memang tidak lagi dengan tindakan yang tidak memanusiakan perempuan, namun saya rasa perlakuan bagi perempuan dijaman sekarang memang tidak jauh berbeda, bahkan bisa disebut neo-jahiliyah. Kita berkaca pada pahlawan perempuan kita, yaitu Marsinah, buruh perempuan yang menggetarkan rejim. Saya lebih sepakat apabila hari tragedi Marsinah selalu diperingati, karena apabila kita berkaca pada sejarah kelam ini, kita akan sedikit menyadari betapa termajinalkannya status perempuan.
            Dijaman sekarang saja, ada sekitar 90% dari buruh adalah seorang perempuan. Dan 75% dari perempuan itu pernah mengalami kekerasan seksual. Bagaimana tidak ngeri ketika harus mendengar diberbagai radio ataupun surat kabar bahwa setiap harinya selalu terjadi pelecehan seksual ataupun kekerasan yang dilakukan majikan terhadap buruh perempuan, dan itu juga banyak terjadi di negeri kita sendiri. Dengan eksploitasi upah minim, tidak ada jaminan kesehatan ataupun jaminan sosial, para buruh perempuan masih harus mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang.
Seharusnya pemerintah lebih tegas lagi untuk melindungi para buruh perempuan, mungkin salah satunya dengan memperkerjakan para buruh perempuan hanya di jam-jam tertentu saja, menjaga kesusilaan ataupun menyediakan angkutan antar jemput bagi mereka. Dan sampai saat ini hak-hak buruh perempuan yang seperti itu sangat tidak diperhatikan oleh pemerintah.
            Melihat semua kejadian ini, suatu realitas yang jauh lebih keras dan kejam seperti yang dipertentangkan Soekarno didalam buku “Sarinah’, bahwasanya wanita hanya dikekang pada masa itu, hanya berfungsi sebagai reproduksi dan tidak wajib ikut serta dalam acara publik. Namun kenyataan sekarang jauh lebih pahit melihat keadaan perempuan dijaman sekarang.
            Disinilah dibutuhkan perhatian dan bentuk dukungan dari seorang laki-laki untuk bisa lebih memahami dan lebih menghargai keberadaan seorang perempuan, kiprahnya perempuan juga harus dimerdekakan hak-haknya. Bukan saya setuju dengan pergerakan feminisme yang terjadi di Eropa sana, mungkin makna dari pergerakan feminisme Eropa adalah bagaimana perempuan menuntut hak-haknya untuk egaliter dengan laki-laki. Bahkan terkadang melampui apa yang seharusnya menjadi kodratnya, terkadang mereka ingin sama dalam semua hal, dari kebebasan berpendapat sampai pada hal pakaian ataupun stlye. Mungkin kita harus pandai-pandai memilah mana yang baik dan buruknya dan pergerakan tersebut. Namun saya lebih sepakat apabila perempuan disini sebagai pendamping dan pelengkap bagi seorang laki-laki namun tanpa laki-laki mengabaikan hak-hak perempuan. Sepakat dengan semua apa yang dibahas dalam buku “Sarinah” karangan Soekarno, memanglah urusan wanita adalah urusan masyarakat. Dan kemajuan atau tingkat keberadapan suatu bangsa ditentukan oleh tinggi rendahnya bangsa itu memperadapkan perempuan.

Siti Hasanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar