Selasa, 26 Agustus 2014

Pahlawan Devisa


            Bertepatan dengan momentum hari Kartini yang baru saja kita peringati tanggal 21 April kemarin, membuat kita kembali mengingat dengan persoalan perempuan yang hingga saat ini tak kunjung usai. Di era globalisasi ini, perempuan juga dituntut untuk berperan aktif dalam hal politik, pendidikan dan ekonomi khususnya. Tuntutan dalam hal ekonomi sudah tidak dapat dielakkan lagi, namun realitas yang terjadi dijaman sekarang tak ubahnya seperti jaman jahiliyah, yang masih memperlakukan perempuan dengan tidak manusiawi. Mungkin hanya caranya yang berbeda, dahulu apabila ada seorang ibu yang melahirkan anak perempuan, itu adalah sebuah aib dan haruslah anak itu dikubur hidup-hidup.Layak kiranya kita sebut neo-jahiliyah. Kita berkaca pada Marsinah, buruh perempuan yang menggetarkan rejim dan membuat kita sadar betapa termajinalkannya status perempuan. Dijaman sekarang saja, ada sekitar 80% dari buruh adalah seorang perempuan.  Dan 75% dari perempuan itu pernah mengalami kekerasan seksual. Bagaimana tidak ngeri ketika harus mendengar diberbagai surat kabar bahwa setiap harinya selalu terjadi pelecehan seksual ataupun kekerasan yang dilakukan majikan terhadap buruh perempuan, dan itu juga banyak terjadi di negeri kita sendiri. Dengan eksploitasi upah minim, tidak ada jaminan kesehatan ataupun jaminan sosial, para buruh perempuan masih harus mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang.
            Terlepas dari buruh perempuan di negeri kita sendiri, baru-baru ini santer memanas isu nasional yang menyoalkan Satinah. Satinah adalah Tenaga Kerja Wanita (TKI) indonesia yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.  Berawal dari ketidaktahanan dengan perlakukan kasar yang berkali-kali diterima dari majikannya, Nura Al Gharib, akhirnya pada 2007 Satinah melawan  hingga terjadi peristiwa pembunuhan. Satinah langsung menyerahkan diri ke kantor polisi setempat untuk mengakui perbuatannya. Satinah juga dikenai pasal perampokan karena dianggap melarikan uang majikan sebesar 37.970 riyal hingga Satinah diadili pada 2009-2010.  Rencananya, Satinah akan dieksekusi pemerintah Saudi pada April mendatang. Eksekusi dapat batalkan jika pemerintah Indonesia mampu membayar uang denda sebesar Rp21 miliar. Namun Pro dan kontra masih membanjir terkait keputusan pemerintah untuk membayarkan diyat (uang darah) demi menyelamatkan nyawa TKI Satinah binti Jumadi Ahmad. Masalahnya sekarang, masih ada lebih dari 200 kasus yang hampir sama yang terjadi pada TKI. Apakah pemerintah berniat membayar semua uang diyat tersebut? Tugas pemerintah sekarang adalah menciptakan hukum untuk melindungi para TKI di luar negeri. Dimanakah peran pemerintah dalam perlindungan warganya ? Satinah adalah satu diantara ratusan kasus yang dialami oleh TKI kita. Tidak dapat menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi rakyatnya, sehingga banyak yang mencari pekerjaan di luar negeri, sudah merupakan suatu kesalahan yang dilakukan pemerintah. Apalagi jika pemerintah tidak bisa melindungi para pekerja yang dianggap sebagai penyumbang devisa terbesar bagi negara.Dimanakah peran pemerintah ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar