Selasa, 21 Oktober 2014

Merevitalisasi Budaya Menulis di Tengah Era Modernisasi.


            Sebagai Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah, lembaga tentunya mempunyai kewajiban untuk kembali merevitalisasi semangat para mahasiswa sejarah untuk menulis. Menulis adalah sesuatu yang mutlak bagi seorang sarjana Sastra khususnya sejarah. Namun dalam perkembangan jaman dan pertumbuhan teknologi yang semakin pesat, mahasiswa bukan lagi tumbuh sebagai produsen dan pengolah informasi disekitarnya malah menunggu bola jika ingin mengetahui suatu informasi tersebut dengan mengandalkan berbagai kran-kran informasi yang tersedia di gadget-gadget masing-masing. Inilah yang diperkirakan akan mematikan keberadaan jurnalistik sendiri. Namun dilain sisi, keberadaan pers-pers dan media online juga membuka kesempatan untuk siapa saja agar dapat menulis secara bebas disana. Yang menjadi masalah adalah ketika suatu informasi ditulis tanpa aturan-aturan dan kaidah menulis jurnalistik. Karena sesuatu yang kita share dimedia untuk dikonsumsi banyak orang seharusnya sudah menjadi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.  Kita sebagai mahasiswa saat ini hidup dalam era informasi yang sebagaimana pemahaman jurnalistik adalah filter untuk mengetahui secara menyeluruh baik buruknya suatu informasi yang ada. Itu adalah bagian minimal yang seharusnya kita pahami, namun jika kita mampu untuk memproduksi berita yang mampu dikonsumsi oleh masyarakat dan bertanggungjawab adalah butuh proses panjang didalam jurnalistik itu sendiri dan perlu mendapat apresiasi.

            HMJ Sejarah berusaha untuk lebih intens dalam melaksanakan pelatihan Jurnalistik untuk Mahasiswa Sastra khususnya sejarah. Output dari kegiatan ini diharapkan mahasiswa Sejarah minimal tumbuh semangat untuk memulai menulis. Entah nantinya akan diposting di mading HMJ bahkan Buletin BKMS.  Karena mahasiswa kita telah dibekali oleh matakuliah sejarah lisan yang itu bisa menjadi salahsatu modal dalam meproduksi sebuah tulisan berita. Terlebih jika mahasiswa sejarah mampu memproduksi tulisan dengan pola berfikir historis yang dapat dimuat dimedia cetak sehingga akan menambah suatu nilai tawar untuk disiplin / ilmu yang dia terapkan dalam membangun berita.

 

 

 120110301017

Rabu, 15 Oktober 2014

REVIEW MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA



Tentara dengan kekuatan politiknya dimana Tentara Indonesia tidak pernah membatasi dirinya sebagai kekuatan militer saja tetapi dia juga menjadikan dirinya sebagai kekuatan politik. Hal ini ditegaskan pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945 – 1949, tentara tidak hanya  berkuasa secara militer tapi juga secara politik, dimana kekuasaan sipil ada dibawah militer. Para perwira militer merasa mempunyai tanggung jawab untuk keselamatan negara dalam sistem pemerintahan yang sedang berlangsung,para perwira tidak turun sebagi aktor utama dalam dunia politik tetapi mereka  berperan sebagai orang di balik layar,seperti yang di ungkapkan oleh Kepala Staf Angkatn Darat Major Jenderal Abdul Harris Nasution dalam konsepnya yaitu “Jalan Tengah”, Tentara tidak akan mengambil kesempatan untuk mengambil alih pemerintahan tetapi tentara juga tida akan tinggal diam dalam urusan politik. Konsep “Jalan Tengah”yang dikemukakan oleh Nasution mengakibatkan tentara mempunyai peran dalam dunia ekonomi,dimana para tentara memainkan peran diseluruh aspek sipil bukan untuk mendapatkan kedudukan ekslusif tetapi untuk mendominasi peran tentara dalam kehidupan pemerintahan sipil. Peran tentara dalam dunia ekonomi ini telah menempatkan tentara sebagai suatu seorang individu yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan material mereka sendiri.Jadi tentara memanfaatkan posisi mereka dalam dunia ekonomi ini untuk mendapatkan materi yang sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan korps yang mereka bawa.